Friday, August 28, 2009

Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Pada Institusi Perbankan Islam

Oleh: Muhammad Yasir Yusuf. MA
Candidate PHD, Islamic Development Manajement
USM, Penang, Malaysia

Perbankan Islam didefinisikan sebagai perbankan yang sesuai dengan sistem nilai dan etika Islam. Ia juga dikatakan sebagai lembaga yang terlibat secara lansung dengan masalah keuangan yang bedasarkan syari'ah Islam dengan menggunakan kaedah-kaedah fiqh. Al Najjar memberi definisi umum bagi perbankan Islam yaitu lembaga keuangan yang mengumpul dana dan menjalankan operasinya dalam lingkup syari'ah dengan tujuan membina kesatuan masyarakat Islam bagi merealisasikan keadilan pendistribusian serta menggunakan dana-dana itu mengikut landasan Islam. Sebahagian lain mengatakan ia adalah suatu sistem perbankan yang prinsip operasionalnya berasaskan hukum Islam atau syari'ah (Haron, 1996: 2).
Pengertian bank Islam di atas membawa kepada makna bahawa operasional bank Islam didasari oleh al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai rujukan filosofis dan operasionalnya. Hal ini membawa konsekuensi bahawa bank Islam memiliki tanggungjawab sosial untuk mampu menerjemahkan statemen-statemen moral didalamnya secara operasional.

Tanggungjawab sosial bank Islam dalam definisi di atas nampak pada tujuan filosofisnya, iaitu untuk membina kesatuan masyarakat dan merealisasikan keadilan pendistribusian bersesuaian dengan landasan Islam. Oleh kerana itu, setiap kegiatan lembaga kewangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama harus dihindari, yaitu dengan cara menjauhkan diri dari unsur riba dan menerapkan sistem bagi hasil dalam kontrak-kontrak perdagangan. Hal ini mengacu kepada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275 dan an- Nisa ayat 29. Akibatnya pada kegiatan mu’amalat adalah berlakunya prinsip ada jasa dan wang dengan barang atau sebaliknya, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dan dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.

Hala tuju utama bank Islam adalah menuju pada pengembangan kesejahteraan masyarakat yang bermuara kepada kondisi sosial masyarakat yang menentramkan. Itulah sebabnya mengapa salah satu misi bank Islam adalah mengutamakan pembangunan sektor riil berbanding dengan pembelian saham di pasar modal. Sehingga dana yang diluncurkan pada sektor riil boleh secara langsung dirasakan manfaat bagi masyarakat. Seperti hidupnya usaha home industri (industri perumahan) dan terbukanya lapangan kerja, sehingga transaksi ekonomi berjalan dengan baik di dalam kehidupan masyarakat oleh sebab adanya permintaan dan penawaran. Disisi lain pengelolaan zakat yang baik, yang di dapat dari keuntungan perbankan Islam boleh berdampak pada perberdayaan ekonomi masyarakat miskin kearah yang lebih baik.

Aspek pelayanan dalam perbankan Islam merupakan gabungan antara aspek moral dan aspek bisnes. Dalam operasionalnya selalu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan terbebaskan dari unsur perjudian, gharar (ketidakjelasan/manipulasi), dan riba. Oleh kerana itu, bank Islam tidak bebas bertransaksi semaunya, melainkan harus mengintegrasi nilai-nilai moral dengan tindakan-tindakan ekonomi berdasarkan syariah. Wang dan kekayaan hanya sebatas menjadi alat terpadu untuk mencapai kebaikan dalam masyarakat. Sedangkan landasan utama perbankan syariah adalah keyakinan, kebebasan, kejujuran, dan kegigihan untuk meraih sukses, ditunjang faktor-faktor sumber dana, sumber daya manusia, mitra usaha, dan perkembangan teknologi.

Baik landasan falsafah maupun aspek layanan bank Islam di atas menjadi nilai lebih yang tidak dimiliki oleh bank konvensional. Namun, pada saat yang bersamaan dikhawatirkan hal tersebut juga menjadi kelemahan yang menonjol manakala tidak diimplementasikan dengan sepenuhnya. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan jika melihat pada realitas bank Islam saat ini. Realitas yang dimaksud adalah kondisi-kondisi riil dimana bank Islam; pertama, telah mereduksi makna tanggung jawab sosial menjadi peyaluran dana sosial (Zakat, Infak dan Sadaqah) sahaja. Kedua, lebih mementingkan kepentingan jangka pendek dalam bentuk keuntungan materi, tidak ubahnya bank konvensional. Ketiga, lemah dalam aspek sumber daya insani, dimana sumber daya insani yang tersedia kurang atau bahkan tidak mengenal hukum Islam secara baik. Keempat, minimnya upaya sosialisasi atau pendidikan terhadap masyarakat.

Hal-hal tersebut di atas boleh membawa bank Islam menjadi lembaga kewangan yang hanya mencari keuntungan semata tanpa mempunyai tanggungjawab sosial, menjejaskan falsafah dan hala tuju utama dari pada kewujudan lembaga kewangan Islam.

Khutbah Idul Fitri 1425 H

PESAN MORAL RAMADHAN DALAM MEMBENTUK
KARAKTER KEPRIBADIAN MUSLIM

Oleh:
Muhammad Yasir Yusuf MA
Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر ! الله أكبر الله أكبر الله أكبر ! الله أكبر ولله الحمد
الحمد لله الذى أنزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيرا، وهو الذى جعل الليل والنهار خلفة لمن أراد أن يذكر أو أراد شكورا، أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له له ملك السموات والأرض ولم يتخذ ولدا ولم يكن له شريك فى الملك وخلق كل شيء فقدره تقديرا ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسله شاهدا ومبشرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا، اللهم فصل وسلم على هذا النبى الكريم والرسول العظيم سيد الغر المحجلين وقائد المجاهدين نبينا وقدوتنا وشفيعنا وقرة أعيننا محمد وعلى آله وصحبه وأنصاره وجنوده ومن جاهد فى سبيل الله أما بعد ، فيا ايها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله ان الله خبير بما تعملونقَالَ تَعَالَى فِيْ الْقُرآنِ الْعَظِيْمِ : يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْن *

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
معاشر المسلمين رحمكم الله
Segala puji hanya milik Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah yang merajai hari pembalasan. Tidak ada kebahagiaan hakiki kecuali dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Tidak ada rasa cukup, kecuali dengan mengharap rahmat-Nya. Tidak ada kemuliaan, kecuali dengan tunduk kepada keagungan-Nya. Tidak ada petunjuk, kecuali dengan mengikuti cahaya-Nya. Tidak ada kehidupan, kecuali dengan keridhaan-Nya. Tidak ada nikmat, kecuali dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Dia-lah yang Maha memberi nikmat, Maha penerima taubat, Maha menerima do’a para hamba-Nya. Tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia, yang Maha Tinggi lagi Maha Suci. Tidak ada yang bisa menghitung kenikmatan-kenikmatan yang telah Ia curahkan kepada para hamba-Nya. Dia-lah Pencipta langit dan bumi dan Penguasa jagad raya ini.
Ya Allah hanya milik Engkaulah segala pujian di langit dan di bumi ini. Maha Suci Engkau ya Allah. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Maha Besar Engkau ya Allah, yang telah bertasbih langit beserta apa yang ada di dalamnya, bumi beserta isinya, laut dan ikan-ikannya, gunung-gunung, pepohonan, segala yang basah dan kering, dan segala yang mati dan yang hidup.
Kami bersaksi, bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau. Persaksian yang karenanya langit dan bumi ditegakkan. Karenanya makhluk diciptakan. Karenanya Allah mengutus Rasul-rasul-Nya serta menurunkan kitab-kitab-Nya. Karena persaksian ini pula dipancangkanlah timbangan amalan di akhirat, diciptakan surga dan neraka, serta dibelahlah manusia menjadi mukmin dan kafir, la ilaha ilallah Allah akbar.
Shalawat dan salam, semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad paling mulia. Allah mengutusnya sebagai rahmat bagi alam semesta. Sebagai imam bagi orang-orang yang bertaqwa. Sebagai hujjah bagi para manusia. Dialah yang telah menyampaikan risalah serta menunaikan amanah-Nya, berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Dengannya pula Allah membuka mata-mata yang buta, telinga-telinga yang tuli dan hati-hati yang terlena. Tidak ada jalan keselamatan kecuali dengan mengikuti syariat-Nya.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
معاشر المسلمين رحمكم الله
Pagi ini ketika matahari merangkak dari peraduannya, gemuruh takbir, tahlil dan tahmid menggema di seluruh penjuru bumi, menyelusup ke dalam relung-relung kalbu muslimin, membahana membelah angkasa raya. Kita mengayunkan langkah keluar bersama satu milyar lebih kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, diringi rasa gembira dan haru dalam kesyahduan yang tak dapat dilukiskan. Menundukan wajah keharibaan Allah Ta’ala dengan khusyu, melantunkan kalimat-kalimat suci, semua melangkah dalam kepasrahan, betapa kerdilnya kita di hadapanNya guna meraih kebahagiaan hakiki.
Pagi ini, dengan berat hati kita tinggalkan bulan suci yang penuh berkah, bulan dimana Allah membagi rahmat-Nya, menebar magfirah-Nya dan membuka peluang seluas-luasnya bagi para hamba-Nya agar terbebas dari siksaNya yang pedih.
معاشر المسلمين رحمكم الله
Sebulan penuh kita ditempa untuk memenangkan pertarungan melawan nafsu setan, kita berusaha menundukkan hawa nafsu di bawah syariat Allah, kita mengatur makan, minum, hubungan suami istri serta berbagai macam aktifitas-aktifitas lain sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Allah.
Oleh karena itu tanda orang yang lulus dalam madrasah Ramadhan adalah mereka yang tetap menjiwai semangat Ramadhan di luar bulan Ramadhan, mereka tidak melokalisir keshalihan hanya di bulan Ramadhan, bersedekah hanya di bulan Ramadhan dan tidak melakukan korupsi di bulan Ramadhan tapi mereka membelenggu setan dan nafsu serta menghambakan diri hanya kepada sang Khalik juga diluar dari bulan Ramadhan. Mereka menjadi hamba yang shaleh sepanjang masa, sepanjang usia sampai Allah mencabut nyawa mereka.
Seandainya kita umat Islam berpegang terus dengan semangat Ramadhan ini, tentu umat Islam akan jaya dan umat manusia merasakan rahmatnya Islam. Akan tetapi, kenyataannya banyak umat Islam yang menghambakan dirinya kepada nafsu dan harta, menghamba kepada setan dan kepada orang-orang yang menjadi musuh Allah, akibatnya umat Islam terus dijadikan kambing hitam dan sesajen bagi orang-orang yang memiliki ambisi dan kepentingan. Rasa takut yang dulu ada di hati orang-orang kafir, kini dicabut, lalu dilontarkan pada hati-hati umat Islam.
Oleh karena itu dengan semangat Ramadhan mari kita kembali ke fitrah kita, kembali ke pangkuan Islam menepis dan menolak kesesatan dan penyesatan, mengawal nafsu duniawi, guna mencari cinta ilahi. Itulah satu-satunya jalan menuju kemenangan dan kemuliaan, solusi membebaskan diri dari kehinaan.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Kaum muslimin yang berbahagia, Allah SWT menyatakan dalam al-Quran bahwa orang-orang yang menunaikan puasa di bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya akan menjelma menjadi manusia yang bertaqwa.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa (QS. Al Baqarah [2]: 183).

Manusia bertaqwa adalah manusia yang tunduk kepada semua aturan-aturan Allah, melaksanakan semua yang diperintahkan dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya, serta mempersiapkan diri menyongsong tibanya hari kematian. Ketundukan itu merupakan implementasi dari rasa syukurnya kepada Allah yang telah memberinya segala yang ia miliki, termasuk memberinya Al-Quran sebagai petunjuk, penjelas, dan pembeda antara yang baik dengan yang buruk, antara yang haq dengan batil, antara yang terpuji dengan tercela, antara jalan bahagia dan jalan celaka.
Pada ayat 185 dari surah al-Baqarah, Allah mengajarkan pula kepada kita bahwa setelah selesai menjalankan ibadah puasa, kita harus bertakbir atau membesarkan Allah dan bersyukur kepada-Nya. Ayat ini juga menegaskan, bahwa dalam kehidupan muslim kita berjalan dari takbir ke tasyakur.
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Takbir artinya membesarkan Allah dan mengecilkan apa pun selain Allah. Dalam ibadah shaum, takbir kita cerminkan dengan mengecilkan pengaruh hawa nafsu dan menghidupkan kebesaran Allah dalam hati kita. Ketika kita membaca Al-Quran, kita mengecilkan seluruh pembicaraan manusia dan hanya membesarkan Kalamullah. Ketika kita berdiri shalat malam di bulan Ramadhan, kita kecilkan seluruh urusan dunia ini dan hanya membesarkan perintah Allah. Seluruh ibadah kita adalah takbir. Seluruh ibadah kita dimaksudkan untuk mengecilkan apapun selain Allah Yang Maha Besar.
Setelah menyelesaikan seluruh ibadah ini, Allah masih juga memerintahkan kita untuk bertakbir. Bukankah dalam puasa kita sudah membesarkan Allah? Bukankah dalam tarawih dan tadarus kita juga sudah membesarkan Allah? Bukankah pada malam hari dan hari Idul Fitri kita sudah bertakbir? Mengapa kita masih harus bertakbir lagi, mengapa kita harus membesarkan Allah lagi?
Allah tahu, kita sering bertakbir dalam ibadah-ibadah kita, tapi melupakan takbir di luar itu. Kita besarkan Allah di masjid, tapi di luar masjid kita besarkan yang lain. Kita mengagungkan kekayaan, kekuasaan, kedudukan; kita besarkan hawa nafsu, kepentingan dan pikiran kita. Di atas tikar sembahyang, di masjid, di mushalla, di tempat-tempat ibadah, kita gemakan takbir. Sementara di kantor, di pasar, di ladang, di tengah-tengah masyarakat, kita lupa bertakbir - kita gantikan takbir dengan takabur.
Ketika kita duduk di kantor, kita campakkan perintah-perintah Allah. Jabatan yang seharusnya kita gunakan untuk memakmurkan negara, melayani rakyat, membela yang lemah, menyantuni yang memerlukan pertolongan, kita manfaatkan untuk memperkaya diri. Kita bangga kalau kita melihat rakyat yang harus kita layani merengek-rengek bersimpuh memohon belas kasihan kita. Kita bangga kalau - dengan sedikit kecerdikan dan kelicikan - kita menumpuk keuntungan walaupun mengorbankan rakyat kebanyakan. Di kantor, di jalanan, di tengah masyarakat, kita singkirkan takbir, dan kita suburkan takabur.
Ketika kita bersaing merebut pasar dan konsumen, ketika kita menjalankan bisnis, seakan-akan Allah tidak pernah hadir dalam hati kita, berarti kita telah bertindak takabur. Kita juga takabur, ketika kita lakukan cara apapun, tanpa peduli halal dan haram, tanpa memperhatikan apakah tindakan kita menghancurkan hidup orang lain atau menyengsarakan banyak orang. Dengan ketakaburan itu, kita melupakan firman Allah yang datang setelah perintah puasa:

”Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahuinya. (QS. al-Baqarah [2]: 188)

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Kita melupakan firman Allah itu. Kita bahkan merasa hebat bila kita mampu mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya walaupun mencampakkan firman Allah. Kita sudah menggantikan takbir dengan takabur.
Di tengah-tengah masyarakat, kita tidak lagi mendengar firman Allah yang mengajarkan kejujuran, keikhlasan, kasih sayang dan amal shaleh. Sebaliknya dengan setia kita mengikuti petunjuk iblis untuk melalukan penipuan, kemunafikan, kekerasan hati dan penindasan. Allah yang kita besarkan dalam shalat dan doa kita, kita lupakan dalam hidup kita. Dalam puasa kita menahan diri untuk tidak memakan makanan dan minuman yang halal, tapi kita berbuka dengan makanan dan minuman yang haram. Bibir kita kering karena kehausan, perut kita kempis karena kelaparan, tapi tangan-tangan kita kotor karena kemaksiyatan. Karena di masjid kita bertakbir, tapi di tengah-tengah masyarakat kita bertakabur, kita sering melihat inkonsistensi (pertentangan) dalam perbuatan kita. Banyak orang yang khusyuk shalatnya, namun asyik dalam maksiyat. Banyak orang yang fasih dalam melafalkan al-Quran, tapi piawai dalam memperdayakan orang lain. Banyak orang yang tidak putus puasanya, namun tidak putus pula kedzalimannya.
Allahu akbar! Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Ampuni kealpaan dan kekhilafan kami. Wahai dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Beri kami kemampuan untuk menggemakan takbir dalam seluruh kehidupan kami!
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Satu-satunya jalan yang telah diberikan Allah kepada kita semua untuk senantiasa bisa menggemakan takbir dalam seluruh kehidupan kita adalah melalui pintu puasa yang baru saja kita lalui.
Kaum muslimin, Allah SWT menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin, pada saat yang bersamaan Allah juga menghendaki umat Islam menjadi umat terbaik, umat yang mampu memikul amanah untuk memimpin dunia ini, membawa masyarakat menuju keadilan dan kesejahteraan, maka ketika itulah Allah SWT mempersiapkan berbagai sarana bagi umat Islam agar umat ini layak menjadi umat yang terbaik. Di antara sarana menjadikan umat terbaik adalah dengan pembentukan karakter kemanusian yang bertaqwa.
Pembentukan manusia yang mempunyai karakter taqwa inilah yang banyak dilupakan manusia, sehingga ukuran kemajuan selalu diukur dengan kemajuan materi. Terkadang kita lupa bahwa manusia itu bukan hanya terdiri dari unsur materi saja, tetapi manusia punya hati nurani yang harus diperhatikan, yang harus dibina sehingga pantas untuk menjadi manusia yang terbaik. Oleh karena itu Ramadhan hadir di tengah-tengah kita dalam rangka untuk menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik yang punya karakter yang layak untuk memimpin dunia ini.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
معاشر المسلمين رحمكم الله
Minimal ada 3 karakter kemanusian yang dibentuk oleh ibadah puasa. Pertama, puasa membentuk manusia yang mengoptimalkan kontrol diri (self control). Mengapa? Karena puasa sangat terkait dengan keimanan seseorang. Seseorang bisa saja mengatakan dirinya sedang berpuasa, sekalipun sebenarnya tidak. Oleh karena itu puasa disebut ‘ibaadah sirriyyah (ibadah yang bersifat rahasia). Rahasia antara seorang hamba dengan Al-Kholiq. Sampai-sampai Allah SWT mengatakan dalam sebuah hadits Qudsi yang sering kita dengar “Kulluu ‘amali ibnu aadama lahu illash-shiyaam. Fa innahu lii wa ana ajzii bihi (setiap amal manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk aku. Dan akulah yang membalasnya)”.
Apakah amal selain puasa tidak dibalas Allah ? jawabannya dibalas. Tetapi kenapa dalam masalah puasa Allah menegaskan bahwa Dia yang akan membalasnya sehingga seolah-olah amal yang lain itu bukan Allah yang membalasnya? Ini merupakan isyarat Rabbaniyah bahwa amal manusia yang bernama ash-shiyam benar-benar insya Allah akan dijamin diterima oleh Allah SWT. Apakah yang lain tidak dijamin? Ini karena puasa itu adalah ibadah sirriiyyah, dimana orang tidak mengetahui dan tidak melihat ketika dia berpuasa. Karena ketika kita berpuasa, tidak ada orang lain yang tahu. Maka ibadah yang sirriyyah itu adalah sangat dekat dengan keikhlasan. Keikhlasan menjadi syarat utama suatu amal itu diterima oleh Allah, selain harus benar sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, harus ikhlas.
Makanya kalau kita ingin menjadi orang yang terkenal seperti politikus, muballigh, qori-qoriah dan dipuji oleh banyak orang maka tidak dapat diraih melalui pintu puasa. Puasa mengajarkan kita untuk ikhlas, sedangkan terkenal bisa diraih tapi ia sangat rawan dengan riya’, dan riya’ itu menjadikan amal tidak diterima oleh Allah SWT, ia bekerja untuk sebuah pujian, ia beramal untuk sebuah tujuan. Itulah sebabnya mengapa dalam kaitannya dengan puasa ini Allah menegaskan bahwa Dia sendiri yang akan membalasnya.
Inilah yang dikatakan bahwa puasa akan melatih kita untuk mempunyai karakter pengontrolan diri yang tinggi, baik ketika kita menjadi seorang pemimpin, politikus, karyawan, ulama atau yang lainnya. Kita tidak merasa dikontrol oleh yang lainnya, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa kita sadar kita dikontrol oleh Allah Swt. Sehingga praktek-praktek penipuan, kolusi dan korupsi akan terkikis dengan kesadaran bahwa semua akan diawasi oleh Allah SWT.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
معاشر المسلمين رحمكم الله
Yang kedua, lembaga shiyam mendorong kita agar obsesi kehidupan akhirat lebih dominan daripada obsesi kehidupan dunia. Jadi obsesi ukhrawi kita, agar kita menjadi hamba Allah yang akan mendapatkan kenikmatan abadi, itu harus lebih dominan daripada kesenangan yang sifatnya sementara. Karena seluruh kenikmatan yang ada di dunia ini, nikmat apa pun namanya, harta, pangkat, dan sebagainya itu semuanya bersifat sementara.
Makanya dalam bahasa Al-Qur’an kenikmatan dunia itu tidak disebut nikmat, akan tetapi disebut mata’. Mata’ itu artinya adalah ”maa yatamatta’u bihil insan tsumma yazulu qoliilan-qoliilan” (mata’ adalah sesuatu yang disukai oleh manusia, akan tetapi sedikit demi sedikit akan hilang)”. Kenikmatan dunia ada batasnya dan akan berakhir. Puasa itu melatih kita agar obsesi yang ada dalam diri kita adalah obsesi tentang kehidupan yang abadi di akhirat. Semua janji-janji pahala dari ibadah Ramadhan yang diraih akan kita rasakan kenikmatan diakhirat nantinya. Tidak ada pahala ibadah shiyam yang dibayar cash didunia. Artinya semua ditunda diakhirat.
Di negara kita yang sedang terkena krisis multi dimensional ini dan dipenuhi dengan isu korupsi disebabkan karena banyak manusia di negara ini yang obsesinya bukan obsesi ukhrawi. Ada orang yang ingin menjatuhkan orang lain, ada orang yang khawatir kalau-kalau dijatuhkan. Kalau obsesi duniawi ini dominan, bisa-bisa kita akan kehilangan kehidupan ukhrowi kita.
Ketika kita memasuki bulan Ramadhan, maka kita akan ditarbiyah oleh Allah agar obsesi kita adalah obsesi ukhrawi. Namun ini bukan berarti kehidupan duniawi dilarang. Akan tetapi duniawi itu bukan yang dominan dalam kehidupan kita. Makanya kita diajarkan untuk berdo’a “Walaa taj’al mushiibatana fii diinina, walaa taj’aliddun-yaa akbaro hammina (jangan jadikan dunia sebagai obsesi terbesar dalam kehidupan kami).
Yang ketiga, dari lembaga shiyam ini akan melahirkan manusia-manusia yang benar-benar mempunyai al-hasasiyyah al-ijtima’iyyah (mempunyai kepekaan sosial yang tinggi).
Ash-shiyam secara bahasa artinya adalah al-habsu (menahan diri), menahan diri dari seluruh bentuk kemaksiatan. Salah satu pesan moral ibadah shaum yang utama ialah kita dilarang memakan makanan yang haram, bahkan makanan halal pun tidak boleh kita makan sebelum datang waktu yang tepat. Jadi, jangan sembarang makan. Kita mesti memperhatikan apa yang kita makan. Ali bin Abi Thalib berkata, ” Jangan jadikan perut anda sebagai kuburan hewan”. Maksudnya, mungkin bahwa kita tidak boleh terlalu banyak makan daging, apalagi cara memperolehnya dengan jalan yang tidak halal.
Kaum muslimin, pesan moral Ramadhan adalah jangan jadikan perut anda sebagai kuburan orang lain. Jangan jadikan anda sebagai kuburan rakyat kecil. Jangan pindahkan tanah dan ladang milik mereka ke perut anda. Itulah pesan moral shaum yang menurut saya relevan dengan kondisi saat ini, ketika kita dikejar-kejar oleh konsumtivisme (senang berfoya-foya dan berbelanja bayang yang tidak bermanfaat) dan dikejar-kejar untuk meningkatkan status sosial. Kita tidak jarang berani memakan hak orang lain. Kita sering jadi omnivora (binatang pemakan segala) tanpa memperhatikan halal dan haram.
Tetapi, tidaklah cukup hanya sampai di sini pesan moral shaum itu. Shaum juga mengajarkan bahwa walaupun harta itu milik kita, tetapi kita tidak boleh memakannya sebelum datang waktunya yang tepat. Ali bin Abi Thalib berkata,” tidak pernah aku melihat ada yang memperoleh harta yang melimpah luah kecuali disampingnya ada hak orang lain yang disia-siakan. Seandainya kita memperoleh gaji yang cukup tinggi, di dalam Islam, kita tidak boleh memakan semua upah yang kita terima walaupun itu hasil jerih payah kita sendiri. Kita, yang memperoleh penghasilan yang lebih, mempunyai kewajiban untuk menyantuni orang-orang yang miskin. Dan itu pesan moral ibadah puasa. Puasa tidak akan bermakna apa-apa sebelum kita memberikan perhatian yang tulus kepada orang-orang yang menderita di sekita kita.
Inilah kepekaan-kepekaan ruhani yang benar-benar mengalir dalam setiap diri kita ketika kita berpuasa sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT. Oleh karena itu Ramadhan yang telah kita lalui ini mudah-mudahan mengantarkan kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang mempunyai karakter kemanusian yang rabbani. Karakter yang mempunyai kontrol diri yang baik, memperhitungkan sebab akibat dari setiap perbuataanya terhadap kehidupan setelah kematian serta mempunyai kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan. Itulah hakikat ketaqwaan.
Ketaqwaan yang mengalahkan hawa nafsu, mengantarkan kemenangan bangsa ini melawan krisis, kemenangan umat Islam dalam melawan perselisihan dan kemenangan dalam mensejahterakan umat . Marilah kita jadikan Ramadhan ini sebagai momentum untuk memperbaiki kepribadian kita yang sudah lusuh. Mari kita sinergikan antara takbir kita dimesjid, dilapangan Id dan dimeunasah-meunasah dengan nilai-nilai takbir yang juga dikumandangkan di kantor, di pasar dan ditempat-tempat lainnya.
Akhirnya, marilah kita tutup khutbah ini dengan berdo’a kepada Allah SWT Dzat Maha Gagah Perkasa dengan khusyu’, khudhu’ dan tadlarru’ berharap mudah-mudahan Allah mengabulkan yang kita minta. Wallahu a’lam bishshawab.

قال الله تعالى : إن الله وملآئكته يصلون على النبى يآأيها الذين آمنوا صولوا عليه وسلموا تسليما : اللهم صل وسلم على هذا النبى الكريم والرسول العظيم سيد الغر المحجلين نبينا وشفيعنا وقرة أيننا محمد وعلى آله وصحبه وأنصاره وجنوده ومن أحيى سنته وسلك سبيله ونهج منهجه وجاهد فى الله حق جهاده
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحيآء منهم والأموت إنك سميع قريب مجيب الدعوات يا قاضى الحاجلت
اللهم إِنَّا عَبِيْدِكَ وَأَبْنآءُ عَبِيْدِكَ وَأْبَنآءُ إِمَآئِك ناَصِيَتُنَا بِيَدِكَ مَاضٍ فِيْنَا حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيْنَا قَضآؤُكَ - نَسْأَلَك بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لك سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلَقِكَ أو أَنْزَلَتْهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ رَبِيْعَ قُلُوْبِنَا َوَنُوْرَ صُدُوْرِنَا وَجَلاءَ أَحْزَاِنَنا وَذَهَابَ هُمُوْمِنَا
اللهم اهْدنا فيمَنْ هَدَيْتَ وعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنَا فِيْمَنْ تَوَلّيْتَ وَبَاِركْ لَنَا فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتعَالَيْتَ لَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ
الَّلهُمَّ إِنَّا نَسْتعِيْنُكَ وَنَسْتغْفِرُكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ وَنُثْنِى عَلَيْكَ الْخَيْرَ وَنَشْكُرُكَ وَلَا نَكْفُرُكَ وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ الَّلهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ
الَّلهُمَّ أَلْهِمْنَا رُشْدَنَا وَقِنَا شَرَّ نُفُوْسِنَا اللَّهُمَّ ثَبِّتْنَا علَىَ نَهْجِ الْإِسْتِقَامَةِ وَأَعِذْنَا مِنْ مُوْجِبَاتِ الَّندَامَةِاللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ شُكْرًا وَلَكَ الْمَنُّ فَضْلًا وَأَنْتَ رَبُّنَا حَقًّا وَأَنْتَ لَمْ تَزَلْ لِذلِكَ أَهْلًا
اللَهم اْنصُرْ عِبَادَكَ الْمَظْلُوْمِيْنَ في فلسطين وفِى كُلِّ بُقْعَةِ أَرْضِكَ فِيْهَا نَفْسٌ مُؤْمِنَةٌ اللهم وَأَنْزِلِ السَّكِيْنَةَ عليهم وَاكْتُبِ الشَّهَادَةَ عَلَى مَوْتَاهُمْ وَاغْفِرلَنَا وَلَهُمْ وَثَبِّتْ قُلُوْبُنَا وَإِيَّاهُمْ على دِيْنِكَ - اللهم زَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ اللهم فَرّقْ جَمْعَهُم وَأقِلَّ عَدَدَهُمُ وَأَوْصِلِ الْعَذَابَ اْلأَلِيْم إِلَيهم
اللهم اقسم لنا من خشيتك ما تحول به بيننا وبين معصيتك ومن طاعتك ما تبلغنا به جنتك ومن اليقين ما تهون به علينا مصائب الدنيا ومتعنا بأسماعنا وأبصارنا وقوتنا ما أحيتنا واجعله الوارث منا واجعل ثأرنا على من ظلمنا وانصرنا على من عادانا ولا تجعل مصيبتنا فى ديننا ولا تجعل الدنيا أكبر همنا ولا مبلغ علمنا ولا تسلط علينا من لا يرحمنا
وصل اللهم على خير خلقك سيدنا و نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين

Sunday, June 28, 2009

Melihat Peran Bank Syariah Dalam Proses Rehabilitasi dan Rekronstruksi di Aceh.


Disadari bahwa dalam tahun terakhir ini, perbankan syariah terus menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari perkiraan. Seiring dengan itu bank-bank konvensional pun mulai berlomba membuka divisi syari’ah karena melihat minat masyarakat yang demikian tinggi pada produk perbankan syari’ah.

Dalam laporan perkembangan perbankan syariah akhir tahun 2005 yang dikeluarkan BI, dana pihak ketiga pada bank syariah mencapai Rp 15,6 triliun meningkat sebesar Rp 3,7 triliun (31,4%) dibandingkan akhir tahun 2004 sebesar 11,9 triliun dengan penambahan Rp 5,55 triliun . Adapun pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp. 15,2 triliun, naik sebesar Rp 3,7 triliun (32,6%) berbanding tahun 2004 sebesar Rp 11,5 triliun. Dari segi profitabilitas, pada tahun 2005 perbankan syariah mencapai tingkat keuntungan sebesar 238,6 milliar, meningkat sebesar Rp 76,3 miliar (47 %) dari tahun 2004.

Jumlah bank syariah juga semakin banyak dari waktu ke waktu, saat ini ada 3 bank umum syariah (BUS), 19 Unit Usaha Syariah (UUS) dan BPRS sebanyak 92 dengan jumlah kantor BUS dan UUS sebanyak 504 tersebar diseluruh Indonesia.

Kini bank-bank syariah ibarat biduk, laju perbankan syariah yang begitu cepat tidak dikuti dengan keseimbangan pengucuran kredit pada sector rill. Saat ini perahu perbankan syariah tampak sudah mulai kelebihan muatan air. Air yang masuk begitu deras tapi ternyata sulit untuk dikeluarkan secara seimbang sehingga bebanpun semakin berat.

Tulisan ini akan melihat sejauh mana peran yang dapat dimainkan oleh perbankan syariah dalam mempercepat rekonstruksi ekonomi masyarakat di Aceh pasca tsunami dengan pengucuran kredit pada sektor rill. Hal ini sesuai dengan cita-cita perbankan syariah untuk menumbuhkan iklim usaha yang adil dan memberi kesejahteraan kepada masyarakat.

Pasca tsunami menerjang Aceh, begitu banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian, ia yang dulunya pengusaha menjadi miskin tiba-tiba dengan kehilangan semua harta benda yang dimilikinya. Masyarakat kehilangan mata pencaharian karena perusahaan tempat mereka bekerja diluluh lantakkan oleh badai tsunami. Mereka yang selamat tidak mempunyai modal yang cukup untuk memulai usaha yang pernah ditekuni atau sama sekali harus memulai usaha baru. Belum lagi konflik yang berkepanjangan yang mematikan begitu banyak home industri di Aceh menjadi lengkap penderitaan yang dialami.

Beberapa bulan yang lalu BRR telah mengucurkan dana sebesar Rp 5,4 milliar untuk menggerakkan roda ekonomi masyarakat melalui modal usaha yang diterima oleh 622 kepala keluarga. Artinya per kepala keluarga hanya mendapat dana Rp 8.700.000. Bantuan yang disalurkan langsung melalui rekening masing-masing penerima bisa diartikan dua hal, pertama ia adalah modal usaha yang harus dikembangakan dengan pertanggung jawaban kemana dana diputar atau yang kedua ini adalah uang sedekah yang diberikan untuk menupi kebutuhan yang sangat mendesak seperti penyiapan rumah yang belum selesai sampai hari ini atau biaya hidup sehari-hari dalam beberapa bulan kemudian. Disisi lain dana yang diberikan oleh BRR tersebut terlalu kecil dan hanya diperuntukkan untuk usaha-usaha kecil seperti home industri dengan modal di bawah 10 juta, bagaimana dengan pengusaha menengah yang membutuhkan dana kredit usaha yang lebih besar, mungkin diatas Rp 100 juta, dimanakah mereka harus mendapatkan dana sebesar itu, bukankah dengan bergeraknya perusahaan mereka akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Aceh ?.

Peran Bank Syariah

Inilah peran yang harus digarap dengan serius oleh perbankan syariah di Aceh, untuk membuktikan bahwa keberadaan bank syariah di Aceh bukan hanya mengumpulkan dana nasabah tapi juga mempunyai output yang lebih berarti bagi pembangunan perekonomian di Aceh pasca tsunami.

Ada kelemahan yang dirasakan selama ini dalam model pembiayaan yang dikucurkan lewat perbankan syariah. Pembiayaan bank syariah cenderung menggunakan skema pembiayaan murabahah. Pada tahun 2005, 62,3 % pembiayaan disalurkan lewat pembiayaan murabahah sedangkan mudharabah dan musyarakah hanya 20,5 % dan 12,5%.

Murabahah adalah kontrak jual ulang terhadap komoditas barang tertentu seperti mobil, motor dan lain-lain. Dimana nasabah meminta kepada pihak bank untuk membeli barang, kemudian bank syariah menjual kembali kepada nasabah dengan harga yang baru ditambah dengan marjin yang disepakati kedua belah pihak. Ada beberapa yang kelamahan ditimbulkan dari pembiayaan ini.

Pertama, murbahah adalah pembiayaan yang mengambil keuntungan dengan fixed return model, dimana kalau kita mau jujur ia hampir sama dengan model bunga flat yang dipakai pada bank konvensional, padahal yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada risk-profir sharing-nya. Sedangkan murabahah adalah pembiayaan yang “tidak beresiko”.

Kedua, murabahah cenderung menambah bahan bakar kepada kemungkinan terjadinya inflasi, yang mana harga komoditas barang cenderung meningkat dimasa yang akan datang.

Dan yang ketiga murabahah sama sekali tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktifitas barang dan jasa apalagi pada sektor riil.

Mudharabah dan Musyarakah Solusi bagi Rehabilitasi Ekonomi di Aceh

Mudharabah dan musyarakah adalah sebuah bentuk kerja kemitraan (contract of co-partnership) antara pemilik modal (bank) dengan pengelolaan perusahaan. Apabila perusahaan tersebut memperoleh keuntungan maka pemilik modal akan memperoleh keuntungan bedasarkan prinsip bagi hasil yang telah disepakati. Sebaliknya apabila perusahaan mengalami kerugian maka kerugian itu ditanggung bersama pula. Bank akan mengalami kerugian dari financial dan perusahaan menanggung dari segi pengorbanan dalam bekerja.

Ada beberapa dampak yang timbul dari peningkatan prosentase pembiayaan melalui pola mudharabah dan musyarakah. Pertama, akan menggairahkan sector rill, investasi akan meningkat yang disertai dengan terbukanya lapangan kerja baru. Akibatnya masyarakat Aceh yang kehilangan lapangan pekerjaan akan mendapat ladang usaha baru yang secara otomatis menambah pendapatan mereka dan mengurangi pengangguran. Aceh hari ini membutuhkan investasi pada output-producing sector, ini akan memberikan dampak yang luar biasa. Kita membutuhkan didirikannya industri-industri dan pabrik-babrik baru yang hancur bukan saja karena tsunami tapi juga oleh konflik yang berkepanjangan. Geliat sector rill harus menjadi perhatian siapa saja termasuk bank syariah.

Kedua, ditinjau dari nasabah, nasabah mempunyai dua pilihan, apakah akan mendepositokan dananya pada bank syariah atau bank konvensional. Nasabah akan membandingkan secara cermat antara expected rate of return yang ditawarkan oleh bank syariah dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan bank konvensional. Semakin tinggi dana yang digulirkan dengan pembiayaan mudharabah dan musyarakah maka semakin tinggi pula expected rate of return yang akan didapat oleh nasabah.

Ketiga, akan mendorong tumbuhnya pengusaha-pengusaha lokal yang berani mengambil keputusan bisnis yang beresiko. Selama ini mereka selalu kalah ketika bersaing dengan pengusaha nasional karena keterbatasan modal. Dengan dukungan dana bank syariah terhadap perusahaan lokal akan menyebabkan berkembangnya berbagai inovasi baru sehingga meningkatkan daya saing serta memunculkan beragam inovasi. Inovasi adalah keyword dalam memenangkan persaingan global.

Dan yang terakhir, pola mudharabah dan musyarakah menjadi salah satu solusi bagi perbankan syariah untuk menjawab overlikuiditas yang saat ini terjadi. Dengan cara menyalurkan dan mengembangkan dalam sector riil.

Ada beberapa kerugian yang akan dirasakan oleh perbankan syariah di Aceh apabila tidak mengambil peran mengucurkan kredit usaha bagi mayarakat Aceh.

Pertama, hampir seluruh bank syariah mempunyai dana idle (dana menganggur) atau dalam posisi kelebihan DPK. Kelebihan muatan ini menjadi beban tersendiri bagi perbankan syariah karena ketika dana ini tidak investasikan pada produk pembiayaan maka bank tidak akan mampu memberikan keuntungan (bagi hasil) yang memuaskan bagi nasabah. Hal ini mengingat penyimpanan kelebihan dana dalam Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, atau simpanan antar bank syari’ah, memberikan bagi hasil jauh di bawah bagi hasil yang diperoleh dari pembiayaan. Kondisi ini berbeda dengan perbankan konvensional, di mana kelebihan dana dianggab wajar karena masih dapat disimpan dalam sertifikat Bank Indonesia yang bunganya masih lebih tinggi dari deposito.

Kedua, karena tidak bergulirnya pembiayaan maka akan terjadi resiko displacement (pengalihan dana dari bank syariah ke bank konvensional), ini bisa terjadi karena ketidakpuasan terhadap bagi hasil ternyata lebih kecil dibandingkan besarnya jumlah bunga yang diberikan oleh bank konvensional. Sebagai contoh pada tahun 2003, rata-rata nisbah bagi hasil bank dan nasabah pada Bank Syari’ah Mandiri sebesar 49 berbanding 51. Namun saat ini nisbah tersebut berubah menjadi 55 untuk bank dan 45 untuk nasabah dan tren suku bunga bank konvensional meningkat.

Lembaga riset karim Business Consulting (KBC) membagi potensi pasar kepada tiga golongan besar, yaitu pasar loyalis syariah, pasar yang mengambang (floating market) dan pasar loyalis konvensional. Bank syariah di Aceh perlu mendefinisikan apakah nasabah perbankan syariah di Aceh hari ini adalah pasar loyalis syariah yang tetap menyimpan dananya pada bank syariah walaupun tidak memberikan keuntungan yang memuaskan atau pasar floating market yang akan memindahkan uangnya ke bank konvensional yang memberikan bunga tabungan lebih tinggi.

Kerugian yang ketiga, hilangnya kepercayaan masyarakat Aceh yang ingin mendapatkan kredit usaha dalam sector rill ketika kemudian bank syariah ternyata tidak memberikan pembiayaan dalam bentuk modal kerja padahal masyarakat membutuhkannya. Dengan tanpa pilihan akhirnya mereka lari ke bank konvensional. Ini semakin menyulitkan perbankan syariah untuk mencari mitra bisnis dalam pengembangan investasi kedepan di Aceh, disaat mitra bisnis yang mempunyai record yang baik diperbutkan oleh semua perbankan.

Penutup

Apabila bank syariah mengambil peran dalam penguliran dana berbasis mudharabah dan musyarakah maka pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh akan berjalan lebih cepat. Pertumbuhan pada sektor rill berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Makin besar pendapatan masyarakat maka akan meningkatkan daya beli masyarakat. Meningkatnya daya beli masyarakat berdampak pada peningkatan produksi. Itulah cita-cita dari kehadiran perbankan syariah di tengah-tengah masyarakat. Wallahu’alam. (Banda Aceh, 2006)


Muhammad Yasir Yusuf
PhD Candidate,School of Social Sciences
Center for Islamic Development Management Studies (ISDEV)
Universiti Sains Malaysia
11800 Pulau Pinang
Hp: +62 812 690 4025 (Indonesia)
HP: +60 13 4292056 (Malaysia)
email: yasir_yusuf@yahoo.com

Thursday, June 25, 2009

Etika Bisnis Menurut Al Qur’an


Salah satu hikmah dari krisis dan kehancuran ekonomi-bisnis sejak Juli 1997 adalah munculnya kesadaran baru akan penting dan relevansinya etika bisnis. Krisis dan kehancuran ekonomi dan bisnis telah menyadarkan banyak pihak tentang kekeliruan anggapan lama bahwa bisnis bisa bertahan dan berhasil dalam jangka panjang hanya dengan mengandalkan permainan curang.
Banyak pihak meragukan, berdasarkan kenyataan empiris selama orba, bahwa untuk berhasil dan untung orang perlu berbisnis secara etis. Berbagai praktek tender fiktif, laporan keungan asli tapi palsu, dan penuh kebohongan, kredit yang disalurkan tanpa ada jaminan dan persyaratan formal yang jelas dan sebagainya seakan menjadi dasar yang kokoh untuk menepis dan bersikap sinis terhadap tuntutan akan perlunya etika dalam bisnis. Bisnis dan etika lalu dianggab seakan dua dunia yang tidak bersentuhan bahkan bertentangannya satu sama lainnya.
Walaupun etika bisnis telah dijadikan sebagai salah satu kajian akademis pada pertengahan tahun 1980, belum lagi diskusi dan seminar-seminar digelar. Namun satu hal yang perlu di pertanyakan kembali, sudahkah perkembangan etika bisnis itu ditanggapi serius oleh para pelaku bisnis dan peletak kebijakan. Sehingga tidak berhenti dalam pembicaraan dan diskusi yang tidak punya aksi.
Pengajaran dan penegakan etika bisnis teryata harus berhadapan dengan suatu sikap pesimistis, karena realitas masyarakat kita mendorong munculnya sikap demikian. Kinerja bisnis nasional dan daerah sangat jauh dari kaidah-kaidah moral. Penerapan bidang-bidang tersebut dalam praktek bisnis masih jauh dari harapan. Banyak kendala untuk mewujudkan kinerja bisnis yang etis (bermoral).
Theo Sudimi dalam artikel kode etik bisnis, 1998 menyebutkan ada 3 kendala penting yang mempengaruhinya. Pertama, mentalitas para pelaku bisnis, terutama top manager, yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja bisnis. Kedua adalah faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung dianggap seru dan kotor. Pandangan ini memperlihatkan bahwa masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang profesi bisnis sebagai mana terjadi di negara-negara barat. Ketiga adalah faktor sistem politik dan kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa dimana menciptakan sistem ekonomi yang begitu jauh dengan nilai-nilai moral dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme.
Nampaknya‘’malapetaka‘’dapat menjadi ‘’obat’’ mujarab untuk menumbuhkan kesadaran yang telah dibuat pada masa lampau dan keinginan untuk memperbaiki kinerja atau perilaku manusia dan lembaga di masa yang akan datang.
Pengalaman telah mengajarkan kita semua bahwa kita membutuhkan sebuah iklim bisnis yang baru sama sekali. Yaitu iklim bisnis yang benar-benar di bangun di atas dasar persaingan yang sehat dan fair, yang dengan itu menghargai etika dan moralitas. Hanya dengan iklim seperti itu, tujuan bisnis untuk berhasil dan bertahan dalam jangka panjang bisa diwujudkan. Ini berarti, asumsi dasar yang dipegang di sini adalah bisnis yang baik adalah bisnis yang berhasil dalam jangka panjang. Dan karena itu, bisnis yang baik dan berhasil adalah bisnis yang dijalankan secara etis. Karena itu etika bisnis merupakan suatu keniscayaan.

Etika bisnis menurut Al-Qur’an
Urgensi bisnis tidak dipandang sebelah mata oleh Islam. Bisnis selalu memegang peranan vital di dalam kehidupan sosial dan ekonomi manusia sepanjang masa karena kekuatan ekonomi mempunyai kesamaan makna dengan kekuatan politik, sehingga urgensi bisnis mau tidak mau mempengaruhi semua tingkat individu, sosial, regional, nasional dan internasional.
Keterlibatan muslim di dalam dunia bisnis bukanlah merupakan suatu fenomena baru. Kenyataan tersebut telah berlangsung sejak 14 abad yang lalu. Hal tersebut tidaklah mengejutkan karena Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan kegiatan bisnis. Rasulullah SAW telah terlibat di dalam kegiatan ini selama beberapa tahun.
Kebaikan dan kesuksesan serta kemajuan suatu bisnis sangat tergantung pada tingkat kesungguhan dan ketekunan kerja seorang pelaku bisnis. Al Qur’an menyebutkan tentang kerja dengan frekuensi yang sedemikian banyak. Bahkan hampir disetiap halaman Al Qur’an ada yang merefer pada kerja. Sebagai bukti ada sebanyak 360 ayat yang membicarakan tentang amal dan 109 yang membicarakan tentang fi’il (dua kata itu sama-sama bermakna kerja dan aksi). Selain dua kata itu terdapat kosa kata lain yang diambil dari akar kata yang juga menekankan pada aksi dan kerja yaitu seperti kasaba, baghiya, sa’aa dan jahada. Frkuwensi penyebutan tentang kerja yang sedemikian banyak, menunjukan betapa pentingnya segala bentuk kerja produktif dan aktivitas yang menghasilkan di dalam Al-Qur’an.
Di sisi lain Al Qur’an sangat menentang tindakan malas dan menyia-nyiakan waktu, baik dengan cara berpangku tangan dan tinggal diam atau melakukan hal-hal yang tidak berproduktif. Al Qur’an selalu menyeru manusia untuk mempergunakan waktu dengan cara mengintesvigasikan dalam hal-hal yang menguntungkan dengan selalu menggunakannya dalam tindakan-tindakan kerja yang baik. Malah orang yang tidak mempergunakan waktunya secara baik akan di cela dan dimasukkan pada golongan yang sangat merugi (Al Qur’an; 103 : 1-3)
Abdul Hadi seorang pemikir Islam mengatakan bahwa ‘’Islam aqidatun ‘amalin wa ‘amalu ‘aqidatin (Islam sebagai idiologi praktis sebagaimana juga sebagai praktek Ideologi). Ismail Raji Al Faruqi dengan daya empatik yang tak kalah segarnya mengatakan bahwasanya Islam adalah a religion of action (agama aksi). Saat menerangkan Islam pada usaha ekonomi, dia mengatakan : memenuhi dunia, ruang-ruang waktu dengan nilai-nilai, bukan hanya penting bagi agama namun ini adalah kepentingan agama.
Oleh karena itu suatu yang tidak dapat di bantah lagi bahwa semua bentuk hasil produksi adalah hasil dari pada sebuah kerja. Dan setiap perkembangan dalam hal kualitas dan kuantitas produksi juga sangat tergantung pada sebuah kerja. Maka, makna penting kerja dan amal itu tidak akan pernah diabaikan oleh Islam. Islam selalu menyeru pada setiap mukmin untuk selalu bekerja dan berjuang, serta melarang segala bentuk praktek kemalasan dan berpangku tangan.
C.C Toney dalam disertasinya yang berjudul: The Commercial-Theological Terms In The Qoran mengatakan bahwasanya sebagian dari teologi Qur’an mengandung tema-tema bisnis, ada 20 macam terminologi bisnis yang diulang pada 370 tempat dalam Al Qur’an. Penggunaan tema-tema bisnis ini, menunjukan manifestasi adanya sebuah spirit yang bersifat komersial dalam Al Qur’an dan secara otomatis pula memberikan rambu-rambu (kode etik) tersendiri bagi pelaku bisnis. Satu sisi Al Qur’an mengapresikan semangat bisnis, disisi lain ada batasan-batasan yang menjadi garis merah yang tidak boleh dilampaui dalam mengapresiasikan bisnis.
Al Qur’an melarang segala bentuk praktek ketidakadilan dalam berbisnis. Tindakan tidak fair jauh lebih dikutuk dari dosa-dosa yang lain. Kejujuran, fair, adil menjadi barometer utama dalam bisnis yang beruntung. Secara umum, Islam melarang semua bentuk transaksi yang akan menimbulkan kesulitan dan masalah, sebuah bentuk transaksi yang hanya semata-mata bedasarkan kans dan spekulasi. Dimana hak-hak semua pihak yang terlibat bisa menarik keuntungan namun mengorbankan pihak lain.
Esensi dari bisnis yang tidak di halalkan adalah suatu bisnis yang di dalamnya mengandung cara konsumsi yang haram, atau melanggar norma-norma Islam, merampas hak dan kekayaan orang lain. Inilah yang Al Qur’an sebutkan akl bi al-bathil (makan dengan cara bathil). Karena ketidakadilan berakar pada semua tindakan dan perilaku bisnis yang tidak dikehendaki, maka semua ajaran yang ada dalam Al Qur’an di fokuskan untuk mengeleminasi semua bentuk kejahatan bisnis yang mendasar ini, bahkan Rasulullah melaknat semua bentuk ketidakadilan. Ketidakadilan dan kezaliman adalah bentuk kejahatan yang tidak akan pernah diampuni. Dan orang yang melakukannya akan berada dikegelapan pada hari kiamat, ia harus membayar ‘’lunas’’ kejahatan, kezaliman yang telah dilakukan. Allah tidak akan mengampuni perbuatan curangnya kecuali orang yang dirugikan haknya mengampuni tindakannya.
Bisnis yang menguntungkan adalah sebuah bisnis yang keuntungannya bukan hanya terbatas untuk kehidupan di dunia ini, namun juga keutungan itu bisa dinikmati di akhirat. Sukses dunia dengan mengorbankan nilai-nilai religi merupakan kerugian investasi yang abadi di akhirat. Karena usaha mencari keuntungan yang demikian banyak dengan cara bisnis yang curang akhirnya akan menciptakan kemelaratan dan keterpurukan ekonomi, yang bisa dirasakan di dunia ini. Dengan demikian bisnis yang sukses tidak hanya didasari oleh perhitungan membaca pasar dengan pertimbangan-pertimbangan yang tepat tapi juga harus menghindari sifat dan perbuatan curang dan cenderung korup. Visi akhirat bisa menjadi pagar moral untuk tidak berbuat curang dalam berbisnis.
Perilaku yang benar juga menjadi parameter utama etika pelaku bisnis yang diatur oleh Al Qur’an. Al Qur’an memerintahkan pada orang-orang yang beriman untuk menjaga amanah dan menjaga janjinya (Q; 23: 8), memerintahkan bisnismen untuk adil dan moderat dalam perilaku mereka terhadap Allah, begitu juga terhadap manusia. Kebenaran mempunyai hubungan erat dengan kebijakan, oleh karena itu mengharuskan pelaku bisnis memiliki pandangan masa depan yang tajam guna mengatur dan menabung sesuatu guna menghadapi masa-masa melarat.
Dalam menggerakkan roda bisnis, seorang muslim harus selalu ingat kepada Allah, terhadap ibadah ritualnya dan berkewajiban membayar zakat walaupun aktivitasnya begitu sibuk dan cepat. Dia harus menghentikan segala aktivitas bisnisnya ketika shalat jum’at dan setelah jum’at kembali melakukan aktivitasnya. Al Qur’an telah mendeklarasikan bahwa kekayaan dan anak adalah tes krusial untuk sebuah integritas manusia. Jika manusia mampu berlaku baik saat mereka berada di tengah-tengah keuntungan dan harta yang melimpah, maka ia akan mendapat pahala yang baik karena tindakan yang demikian dianggap perilaku yang baik.

Penutup
Etika bisnis ibarat berjalan di atas pematang sawah, sebagai garis lurus yang perlu di jalani bersama. Sewaktu-waktu tergelincir dari pematang sawah adalah sifat kemanusiaan, pihak lain dan hati nurani yang religi harus berbicara secara pengontrol perilaku bisnis.
Memang pelanggaran etika sampai saat ini tak ada sanksi hukum formal yang bisa mempidanakan pelanggarannya. Namun di sisi lain, manusia adalah bagian dari makhluk yang perlu rewards (penghargaan) dari orang lain. Pelanggaran terhadap hati nurani diri dan orang lain akan mengganggu komunikasi interpersonal dan bisnis. Pelaku bisnis seyogyanya selalu mempertanyakan ‘’apakah kegiatan bisnis saya ini mengganggu atau menyusahkan pelaku bisnis lain’’? Dalam dunia bisnis diperlukan adanya kepercayaan antar pelaku bisnis, sekali kepercayaan itu runtuh karena bagian etika kurang diperhatikan, maka struktur bangunan kepercayaan akan tercabik-cabik .
Dalam masyarakat sekuler, Tuhan menjadi bagian pengawal belaka. Moral atau etika hanya dikantongi manusia ketika berhadapan dengan Tuhan. Pemisahan agama dengan kehidupan sehari-hari berarti mengingkari agama itu sendiri yang akan membawa rahmat bagi seluruh manusia atau alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Sepatutnya keberadaan Allah harus menjadi pegawas dalam berbagai aktivitas bisnis sehingga etika, moral harus lebih dikedepankan berbanding keuntungan yang semu, menghancurkan teman, saudara, kenalan dan masa depan di akhirat.
Disamping itu pula dengan tumbuhnya persaingan yang sehat merupakan kondisi yang akan menunjang terciptanya praktek bisnis yang etis. Untuk menjaga persaingan bisnis berjalan dengan fair, pemerintah di tuntut untuk terlihat secara aktif sebagai wasit yang netral dan adil. Dalam hal ini pemerintah harus berfungsi sebagai penjaga keadilan bagi semua warga negara bukan pelanggar keadilan. Wallahu a’lam.
Muhammad Yasir Yusuf
PhD Candidate,School of Social Sciences
Center for Islamic Development Management Studies (ISDEV)
Universiti Sains Malaysia
11800 Pulau Pinang
Hp: +62 812 690 4025 (Indonesia)
HP: +60 13 4292056 (Malaysia)
email: yasir_yusuf@yahoo.com

MENAKAR KEDUDUKAN PERBANKAN SYARIAH DI ACEH

Abstrak

Tulisan ini menilai sejauhmana kedudukan perbankan syariah di Aceh, apakah ia sebuah pilihan atau alternatif bagi masyarakat Aceh. Dilihat dari sisi semangat penegakan syariah Islam di Aceh maka ia adalah pilihan tetapi dilihat dari sisi tata hukum Nasional maka ia menjadi alternatif. Sehingga kedudukan perbankan Islam di Aceh sangat dipengaruhi oleh selera individu, keuntungan dan pelayanan yang ditawarkan oleh perbankan, baik syariah ataupun tidak.

Kata Kunci: Kedudukan dan Perbankan Syariah

Pendahuluan

Perkembangan perbankan syari’ah Indonesia semakin hari semakin meningkat. Pertumbuanhan perbankan syariah pada tahun 2005, dalam laporan BI akhir tahun 2005, dana pihak ketiga pada bank syariah mencapai Rp 15,6 triliun meningkat sebesar Rp 3,7 triliun (31,4%) dibandingkan akhir tahun 2004 sebesar 11,9 triliun dengan penambahan Rp 5,55 triliun . Adapun pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp. 15,2 triliun, naik sebesar Rp 3,7 triliun (32,6%) berbanding tahun 2004 sebesar Rp 11,5 triliun. Dari segi profitabilitas, pada tahun 2005 perbankan syariah mencapai tingkat keuntungan sebesar 238,6 milliar, meningkat sebesar Rp 76,3 miliar (47 %) dari tahun 2004. Jumlah bank syariah juga semakin banyak dari waktu ke waktu, saat ini ada 3 bank umum syariah (BUS), 19 Unit Usaha Syariah (UUS) dan BPRS sebanyak 92 dengan jumlah kantor BUS dan UUS sebanyak 504 tersebar diseluruh Indonesia.

Bagi masyarakat Aceh yang notabene adalah muslim, dan seiring dengan pemberlakuan syari’at Islam maka kedudukan perbankan syariah di Aceh merupakan sebuah keniscayaan. Ia akan menjadi salah satu sektor yang sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Perbankan Islam di Nanggroe Aceh Darussalam telah ada sejak tahun sembilan puluhan diawali dengan lahirnya Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) Hareukat pada tanggal 11 November 1991, yang menawarkan produk-produk perbankan syari’ah seperti mudharabah, musyarakah dan murabahah. Di tahun sembilan puluhan ini telah wujud 19 buah Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) dan Baitul Qirard ( mikro finance) di seluruh Aceh. Dan pada tahun 2005 ini disamping bertambahnya Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) dan Baitul Qiradh, sudah ada 4 bank besar yang mengelola perbankan syari’ah di Aceh, yaitu, Bank Syari’ah Mandiri, Bank DPD, Bank Muamalat Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) syariah yang terdapat di satu kabupaten yaitu Simeulue dan dua kota yaitu Banda Aceh dan Kota Langsa. Dan menurut penulis tingkat pertumbuhan perbankan Islam ini akan terus bertambah seiring dengan kehadiran RUU PA yang mengakomodir penerapan ekonomi berbasis syariah di Aceh.

Tulisan ini akan membahas, sejauhmana kehadiran perbankan syariah di tengah kehidupan masyarakat Aceh, ia menjadi pilihan atau alternatif sebagai lembaga intermediasi dalam transaksi keuangan. Disaat semakin maraknya keinginan masyarakat Aceh untuk menjadikan syariah sebagai falsafah dalam semua sisi kehidupan termasuk dalam bidang ekonomi.

Perbankan Syariah Sebagai Pilihan Atau Alternatif

Ada dua sudut pandang yang dapat digunakan untuk memposisikan perbankan syariah menjadi pilihan atau alternative bagi masyarakat Aceh. Sudut pandang pertama adalah ekslusif dan kedua adalah inklusif.

Secara ekslusif menempatkan sistem perbankan syariah dalam posisi internal dan intergratif dari ajaran Islam. Artinya ajaran Islam sebagai sebuah kesatuan yang sistematis (kaffah) sehingga secara internal umat Islam harus menempatkan perbankan syariah sebagai sebuah pilihan. Hal ini sesuai dengan ayat Al Qur’an “udkhulu fil silmi kaffah” artinya masuklah kedalam Islam secara keseluruhan. Sehingga secara internal maka seluruh manusia yang merasa dirinya Islam mutlak menempatkan syarih diatas segala-galanya, yang harus terimplementasi dalam semua sendi kehidupan, tak terkecuali dalam dunia perbankan.

Dalam kontek ini maka industri perbankan syariah merupakan pilihan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Karena dengan tidak menempatkan syariah dalam setiap dimensi kehidupan akan berakibat fatal telah mengeliminasi darinya sebagai muslim sejati dan itu adalah sebuah pengingkaran terhadap ajaran Islam.

Secara inklusif menempatkan perbankan syariah bukan dalam posisi mandiri, terlepas dari sistem-sistem yang berkembang disekitarnya. Akan tetapi ia menjadi bahagian dari kehidupan secara keseluruhan. Dari sudut pandang ini, maka perbankan syariah merupakan salah satu system yang ada bersaing dengan system-sistem lainnya yang lebih duluan atau akan ada. Seperti kapitalisme, sosialisme dan feodalisme. Kesemua sistem ini telah berkembang pesat bahkan sudah menajdi darah daging dalam kehidupan masyarakt dunia. Bahkan, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa system yang telah ada turut berjasa dan berkontribusi terhadap lahir dan berkembangnya perbankan syari’ah.

Maka secara inklusivistik, sistem perbankan syariah haruslah diposisikan sebagai alternatif diantara sistem-sistem ekonomi konvensioanl yang ada dan berkembang saat ini. Artinya ia merupakan pilihan individu untuk memilih sesuai dengan selera, keyakinan dan keunggulan serta mana yang lebih menguntungkan baginya.

Dari dua sudut pandang diatas maka posisi perbankan syariah di tengah kehidupan masyarakat Aceh menjadi penting untuk dilihat. Keinginan masyarakat Aceh untuk menegakkan syariah sebagai falsafah ideologis disegala bidang menempatkan perbankan syariah sebagai sebuah pilihan. Tapi disisi lain keberadaan perbankan konvensional masih wujud dalam kehidupan masyarakat Aceh dan ketika dikeluarkannya fatwa MUI 2004 tentang keharaman bunga bank, tidak ditemukan adanya bank konvensional di Aceh yang tutup karena rush, menempatkan perbakan syariah sebagai alternatif..

Kalau dilihat disejumlah negara timur tengah yang menempatkan Islam sebagai falsafah ideologi, maka mereka telah menempatkan perbankan syariah sebagai pilihan, seperti Pakistan, Sudan dan Iran, semua perbankan yang beroperasi disana berlandaskan syariah. Perbankan syariah menjadi aspirasi dan inspirasi bagi segenab warganya (Chachi, 2005, hal: 20). Hal ini berbeda pula dengan Arab Saudi walaupun falsafahnya sama dengan Pakistan, Iran dan Sudan, justru mereka masih menerapkan model perbankan konvensional yang liberalistik.

Belajar dari kedua model negara diatas, bagi Nanggroe Aceh Darussalam yang sedang berjuang untuk menegakkan syariah Islam secara kaffah sebagai falsafah ideologi melalui legal konstitusi, maka tidak terlalu sulit untuk memposisikan perbankan syariah sebagai pilihan, karena ia merupakan bagian integral dari ajaran Islam, yakni salah satu bidang dari muamalah Islam (Ekonomi Islam). Akan tetapi karena Nanggroe Aceh Darussalam berada dalam wilayah hukum nasional yang tidak menempatkan Islam sebagai falsafah ideologi, melainkan ideologi Pancasila, maka menempatkan sistem perbankan syariah sebagai pilihan menjadi sulit. Indonesia bukanlah negara agama tapi negara yang beragama. Dari perspektif ini maka kedudukan perbankan syariah di Aceh tetap menjadi alternatif.

Sebagai alternatif, maka setiap warga Aceh memiliki hak sesuai dengan tingkat komitmen, selera, keyakinan dan tingkat keuntungan untuk memilih sistem perbankan yang akan digunakan dalam memutar roda ekonomi mereka. Masyarakat juga akan melihat sejauhmana perbandingan perbankan syariah dengan perbankan konvensional dari segi keunggulan produk kompetitif, kemudahan dan pelayanan yang diberikan.

Hal ini semakin diperkuat dengan hasil penelitian Sudin Haron (1993) menunjukkan bahwa 40 % muslim Malaysia memilih bank Islam karena faktor Agama, sehingga mereka mempertahankan rekening di Bank Syari’ah. Sedangkan 60 % mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan transaksi, kualitas jasa, keramahan staff-service excellent (Haron: Sedangkan hasil penelitian Mulyani (1998) menyebutkan ada 2 faktor nasabah memilih bank Islam: Pertama, faktor agama dan kedua bagi hasil. Kesemua itu menempatkan perbankan syariah sebagai alternatif

Penutup

Memposisikan sistem perbankan syariah, apakah ia pilihan atau alternatif bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan, melainkan sekedar memposisikan secara rasional empiric, objektif dan tidak emosional. Apalagi jika kita melihat statistika pangsa aset perbankan syariah hanya 1,42 % dari keseluruhan aset perbankan nasional pada akhir 2005.

Tentunya penegakan syariat dalam bidang perbankan ini tidak akan menjadi seperti penegakan syariah dalam bidang khalwat, aurat dan judi. Dimana pelaku khalwat dan judi akan dikenakan hukuman cambuk sedangkan orang yang membuka aurat akan di sweeping. Apakah nasabah perbankan non syariah akan dicambuk atau di sweeping juga, tentu ini bukan jalan keluar.

Kita berharap kedepan perbankan syariah menjadi pilihan yang timbul dari kesadaran yang tidak dipaksakan oleh siapapun, yang secara nilai intinsik mengusung nilai-nilai ilahiyyah yang relevan dengan misi kemanusian yang menjadi dambaan seluruh umat manusia. Yaitu ekonomi yang menjanjikan keadilan dan kemakmuran, menghindari segala bentuk kemudharatan. Wallahu’alam bis shawab.


Muhammad Yasir Yusuf
PhD Candidate,School of Social Sciences
Center for Islamic Development Management Studies (ISDEV)
Universiti Sains Malaysia
11800 Pulau Pinang
Hp: +62 812 690 4025 (Indonesia)
HP: +60 13 4292056 (Malaysia)
email: yasir_yusuf@yahoo.com