Monday, September 7, 2009

KHUTBAH HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H/ 2009 M

Menuai Mutiara Dari Madrasah Ramadhan
Oleh: Muhammad Yasir Yusuf

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر ! الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
الحمد لله الذى أنزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيرا، وهو الذى جعل الليل والنهار خلفة لمن أراد أن يذكر أو أراد شكورا، أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له له ملك السموات والأرض ولم يتخذ ولدا ولم يكن له شريك فى الملك وخلق كل شيء فقدره تقديرا ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسله شاهدا ومبشرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا، اللهم فصل وسلم على هذا النبى الكريم والرسول العظيم سيد الغر المحجلين وقائد المجاهدين نبينا وقدوتنا وشفيعنا وقرة أعيننا محمد وعلى آله وصحبه وأنصاره وجنوده ومن جاهد فى سبيل الله أما بعد ، فيا ايها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله ان الله خبير بما تعملونقَالَ تَعَالَى فِيْ الْقُرآنِ الْعَظِيْمِ : يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْن *
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
معاشر المسلمين رحمكم الله
Segala puji hanya milik Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah yang merajai hari pembalasan. Dialah yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dan berpisah dengan bulan yang penuh berkah, Ramadhan yang mulia nan agung pada tahun 2009 ini.
Shalawat dan salam, semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad paling mulia. Allah mengutusnya sebagai rahmat bagi alam semesta. Sebagai imam bagi orang-orang yang bertaqwa. Sebagai hujjah bagi para manusia. Dialah yang telah menyampaikan risalah serta menunaikan amanah-Nya, berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Dengannya pula Allah membuka mata-mata yang buta, telinga-telinga yang tuli dan hati-hati yang terlena. Tidak ada jalan keselamatan kecuali dengan mengikuti syariat-Nya.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
معاشر المسلمين رحمكم الله
Dari Ramadhan Menuju Titik Fitrah

Tidak ada perpisahan yang lebih mengharukan dari pada perpisahan dengan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Di dalamnya kita semua dihantarkan secara perlahan tapi pasti menuju titik fitrah. Titik penciptaan kita yang bersih dan suci. Karena kata fitrah di ambil dari kata fathara yafthuru artinya menciptakan. Allah Sang Pencipta tidak pernah bermaksud buruk ketika pertama kali menciptakan manusia. Karena itu tidak mungkin manusia mencapai kesempurnaan dirinya tanpa kembali ke titik asal diciptakannya. Itulah titik di mana manusia benar-benar menjadi manusia. Bukan manusia yang penuh lumuran dosa dan kejahatan. Bukan manusia yang dipenuhi gelimang kemaksiatan dan kedzaliman.
Allah SWT menurunkan Al Qur’an untuk menjadi pedoman agar manusia tetap komitmen dengan kemanusiaannya. Yaitu manusia yang saling mencintai karena Allah, saling memperbaiki menuju keimanan sejati, saling tolong menolong menuju peradaban yang kokoh, saling membantu dalam kebaikan bukan saling membantu dalam dosa dan kemungkaran. Allah mengutus nabi-nabi sepanjang sejarah sebagai contoh terbaik bagaimana menjalankan kewajiban kepadaNya. Tidak ada keselamatan kecuali ikut jejak para Nabi. Dan tidak ada keberkahan kecuali bersungguh-sungguh menjalankan ibadah seperti yang para Nabi ajarkan. Itulah tuntunan fitrah. Bahwa setiap manusia tidak akan bisa kembali ke titik fitrahnya tanpa mengikuti ajaran yang disampaikan para Nabi.
Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi dan rasul (khaatamun nabiyyiin). Dengan demikian semua tuntunan yang dibawanya pasti seirama dengan fitrah manusia. Maka dengan ikut Nabi Muhammad secara utuh kita akan menjadi manusia yang kembali ke fitrah. Sebab hanya dengan ikut jejaknya kita bisa mencapai hakikat Ramadhan secara mendalam dan sempurna.

Saudara-saudaraku sekalian
Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa berapa banyak orang yang berpuasa Ramadhan, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus. Artinya bahwa ia dengan Ramadhan tidak bisa kembali ke fitrahnya, padahal semua rangkaian ibadah Ramadhan adalah tangga kembali menuju fitrah. Mengapa? ...Jawabanya tentu pada manusianya. Sebab ternyata masih banyak orang yang masuk Ramadhan tidak maksimal menjalankan ibadah-ibadah yang Allah dan rasul ajarkan. Banyak orang masuk Ramadhan sekedar dengan semangat ritual saja, sementara hakikat keilmuan yang harus dijadikan bekal selama Ramadhan diabaikan. Banyak orang masuk Ramadhan semata menahan lapar dan haus di siang hari, sementara di malam hari mereka kembali merangkai dosa demi dosa. Banyak orang masuk Ramadhan bukan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan, melainkan untuk meningkatkan omset-omset kemaksiatan. Pun banyak orang masuk Ramadhan dengan semangat di awal-awal saja, sementara di akhir-akhir Ramadhan di mana Rasulullah beri’tikaf dan memburu malam lailatul qadar, malah ia sibuk dengan baju-baju dan kue untuk lebaran. Bahkan yang sangat menyedihkan adalah banyak orang yang hanya semangat beribadah di bulan Ramadhan saja, bagitu Ramadhan pergi, semua ibadah itu lenyap seketika dari permukaan. Masjid-masjid yang tadinya ramai dengan shalat malam dan shalat berjamaah, setelah Ramadhan, kembali kosong dan sepi.
Tidak ada hari fitrah (hari raya idul fitri) bagi mereka yang tidak berpuasa dan beribadah dengan benar. Karena hakikat Idul Fitri adalah kembali kepada kefitrahan (kesucian), mudah-mudahan kita yang hadir di musalla ‘Id hari ini adalah mereka yang benar-benar kembali kepada ke fitrahan (kesucian). Allahumma Ya Allah terimalah ibadah puasa kami, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang kembali suci. Kami kembali fitri seperti baru terlahir dari rahim ibu kami. Bukankah baginda Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya berkata “Man shaama Ramadhaana iimanan wah tisaban ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi” artinya “Siapa yang menjalani puasa Ramadhan dengan keimanan dan berharap pahala dari Allah Swt, maka dosa-dosanya akan terampuni. Bahkan dalam riwayat yang lain Rasul juga mengatakan: Kharaja min dzunubihi ka yaumin waladathu ummuhu”, yaitu Ia keluar dari dosa yang pernah diperbuatnya, seperti hari dimana ibunya melahirkannya”.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,
Laa ilaha illAllahu akbar.Allahu akbar wa Lillah ilhamd.

Belajar Dari Wanita Pemintal Benang

Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah…

Tidak ada ajaran bahwa kita wajib mentaati Allah dan rasulNya hanya di bulan Ramadhan saja, setelah itu kita kembali berbuat dosa. Ramadhan sebagai titik tolak kembali ke fitrah sejati. Bahwa dari Ramadhan kita bangun komitmen ketaatan seumur hidup, sepanjang masa dan sepanjang hayat dikandung badan, seperti ketaatan selama Ramadhan. Dalam surah An Nahl 92, Allah berfirman:

Artinya: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali”.

Ini sebuah pelajaran yang sangat mahal. Allah merekam kisah seorang wanita yang hidupnya sia-sia. Dari pagi sampai sore ia hanya memintal benang. Sore hari ketika pintalan itu selesai, ia cerai-beraikan kembali. Perhatikan! Allah melarang agar akhlak wanita tersebut tidak terulang kembali. Bahwa perbuatan sia-sia adalah kerugian yang nyata. Karena itu Nabi SAW selalu mengingatkan agar kita selalu istiqaamah. Ketika salah seorang sahabatnya minta nasihat yang bisa dijadikan pegangan seumur hidupnya, Nabi menjawab: qul aamantu billahi tsummastaqim (katakan aku beriman kepada Allah dan beristiqamahlah). Dalam hadist lain Nabi SAW juga sering mengingatkan sahabat-sahabatnya: laa takun mitsla fulaan, kaana yaquumullaili tsumma taraka (jangalah kamu menjadi seperti fulan, tadinya ia selalu bangun malam, tapi sayang ia kemudian meninggalkannya).
Demikianlah, setiap tahun kita menjalani ibadah Ramadhan dengan penuh semangat siang dan malam: siangnya kita berpuasa, malamnya kita tegakkan shalat malam, tetapi benarkah nuansa ketaatan itu akan terus bertahan seumur hidup kita? Atau ternyata itu hanya terjadi di Ramadhan? Berapa banyak orang Islam yang selama Ramadhan rajin ke masjid, tetapi begitu Ramadhan habis, seakan tidak kenal masjid lagi. Berapa banyak orang Islam yang selama Ramadhan rajin membaca Al Qur’an, tetapi begitu Ramadhan selesai, Al Qur’an dilupakan begitu saja. Mirip dengan kisah wanita yang Allah ceritakan di atas. Selama Ramadhan ketaatan dirangkai, begitu Ramadhan habis, semua ketaatan yang indah itu dicerai beraikan kembali. Nauzubillah min zalik.

Percikan Mutiara Ramadhan Bagi Kehidupan

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd…

Saudaraku, Kaum Muslimin rahimakumullah…

Semua kita mencita-citakan masyarakat yang bersih dan pemimpin-pemimpin yang bersih. Itulah salah satu ciri dari masyarakat Madani. Tetapi itu semua hanyalah mimpi tanpa adanya pribadi yang bersih. Karena itu sejak dini Allah SWT menyerukan kaum muslimin untuk melahirkan pribadi dan rumah tangga yang bersih. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim: 6)

Perhatikan, betapa Allah SWT telah memberikan langkah-langkah praktis bagaimana menuju masyarakat yang baik. Yaitu dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebab hanya kedua unsur inilah menjadi pilar pokok sebuah masyarakat akan dibangun. Pribadi yang menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka adalah pribadi yang bersih. Bersih dari dosa-dosa kepada Allah SWT.
Kaum muslimin, dari amalan–amalan yang kita lakukan di “Madrasah Ramadhan” setidaknya paling sedikit memberikan 3 rangkaian mutiara yang tak ternilai harganya bagi kehidupan kita dalam menyinari dan memahami makna kehidupan di dunia menuju indahnya negeri akhirat. Tiga mutiara tersebut adalah :

Pertama, Ramadhan mengajarkan kita untuk dekat dengan Allah, melaksanakan perintah karena Allah, mempunyai obsesi hanya untuk Allah dan setia untuk menjauhi larangan-larangan Allah. Inilah hakikat ketaqwaan. Ketaqwaan yang direfleksikan dengan kepatuhan sepenuh hati, jiwa dan raga kepada Allah SWT. Bila Allah perintahkan kita puasa, kita langsung puasa. Padahal itu perbuatan yang sangat berat. Sebab yang kita tahan adalah hal-hal yang sebenarnya halal dan boleh dikerjakan.
Puasa juga melatih kita agar obsesi yang ada dalam diri kita adalah obsesi tentang kehidupan yang abadi di akhirat. Semua janji-janji pahala dari ibadah Ramadhan yang diraih akan kita rasakan kenikmatan di akhirat nantinya. Tidak ada pahala ibadah shiyam yang dibayar cash di dunia. Oleh karena itu puasa disebut ‘ibaadah sirriyyah (ibadah yang bersifat rahasia). Rahasia antara seorang hamba dengan Al-Kholiq. Sampai-sampai Allah Swt. mengatakan dalam sebuah hadits Qudsi yang sering kita dengar “Kulluu ‘amali ibnu aadama lahu illash-shiyaam. Fa innahu lii wa ana ajzii bihi (setiap amal manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk aku. Dan akulah yang membalasnya) Hadist Riwayar Muslim dan Nasa’i”. Kita merasakan bahwa apapun yang kita kerjakan maka Allah pasti akan mengetahuinya dan membalas setiap tetes kebajikan yang kita lakukan dan begitu juga sebaliknya.
Takwa merupakan puncak spiritualitas atau kedewasaan rohani. Mereka yang bertakwa jauh dari perbuatan keji dan mungkar. Terhindar dari kesombongan, dusta, curang, khianat, bakil, rakus, zalim, dan berbagai daftar sifat kerapuhan kepribadian lainnya. Muncul pertanyaan, kenapa banyak muslim di Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya, sudah menjalankan ibadah puasa bahkan berpuluh kali, tapi masih bergelimang dosa dan bermandikan maksiat? Bahkan mendapatkan kenikmatan dengan kezaliman yang dia lakukan, kecurangan, kerakusan, dan pengkhianatan yang diperagakan, dan beragam perbuatan hina lainnya?
Jawabannya, antara lain, adalah karena puasa yang dilakukannya bahkan berkali-kali itu belum mampu menumbuhkembangkan spiritualitas dan mendewasakan rohaninya. Sehingga, puasa dan berbagai ibadah lain yang dijalankan belum mampu mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani orang yang berpuasa tersebut. Boleh jadi usia sudah dewasa, tetapi rohani masih balita.
Maka Rasulullah bersabda, dari Abu Hurairah: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tidaklah dia mendapatkan pahala kecuali sekedar rasa lapar, dan betapa banyak orang yang menegakkan shalat malam, tidaklah dia mendapatkan pahala kecuali sekedar bergadang saja.” (HR. Ibnu Majah, An Nasa’i).

Kedua, ketika seseorang mencapai puncak spiritualitas atau kedewasaan rohani dalam arti kembali kepada kesucian (fitrah), maka kefitrian tersebut membawa dirinya untuk rindu terhadap keluarga dan kampung halaman. Beberapa orang di antara para hamba Allah melalukan sebuah ritual yang bernama “mudik” pulang kampung. Di Aceh, juga kita dapati bahwa usai menjalankan shaum Ramadhan kebanyakan manusia bersilaturahmi dan saling berkunjung antar satu rumah dengan lainnya. Mereka sadar, bahwa meski dosa mereka terhadap Allah sudah dihapuskan melalui ritual ibadah ramadhan, namun kesalahan mereka antar sesama belum termaafkan sebelum mereka bersalaman atau saling tukar kunjungan. Inilah yang disebut dengan Hablun minallah wa hablun minannas.
Inilah sekelumit kebahagiaan hari raya Iedul Fitri dimana kita dapat bersilaturahmi kepada keluarga, kerabat dan handai taulan. Bagi kita yang masih memiliki orang tua, bersilaturahmilah kepada mereka, meski hanya via telpon atau sms. Buat mereka bahagia mendengar suara merdu kebahagiaan kita. Inilah saat bagi kita untuk membuat mereka tertawa. Jangan pernah lupakan mereka sebab melupakan mereka merupakan kedurhakaan yang dapat mendatangkan murka Tuhan.
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, datanglah seorang pemuda yang mengadu kepada beliau tentang ayahnya yang suka mencuri harta milik sang anak. Rasul SAW berujar, "Panggillah ayahmu untuk menghadapku!" Sang pemuda menuruti perintah Rasul SAW. Ia pergi ke rumah meninggalkan beliau demi memanggil sang ayah untuk datang menghadap Rasul. Saat pemuda pergi untuk memanggil ayahnya, maka datanglah Jibril As menghampiri Rasulullah SAW. Jibril berkata, "Wahai Muhammad, bila ayah pemuda itu datang maka tanyakanlah padanya apa yang telah ia ucapkan dalam hati dan tidak terdengar oleh kedua telinganya!"
Beberapa saat kemudian, sang pemuda sungguh datang menghadap Rasulullah sambil membawa ayahnya. Sesampainya dihadapan Rasulullah SAW, beliau bertanya kepada ayah pemuda tadi, "Wahai bapak, anakmu mengadu bahwa engkau telah mencuri hartanya, apakah ini benar?" Maka sang ayah menjawab, "Ya Rasul, silakan tanya kepadanya telah aku apakan uangnya, apakah aku berikan kepada bibinya atau aku makan sendiri?"

Rasulullah SAW lalu menukas, "Izinkan aku untuk tidak membahas hal ini. Namun bolehkah aku tahu apa yang telah kau ucapkan dalam hati dan tidak terdengar oleh kedua telingamu?" Itulah pertanyaan yang disampaikan Jibril As kepada Rasulullah SAW untuk ditanyakan kepada ayah dari pemuda tadi. "Demi Allah, aku semakin percaya bahwa engkau adalah utusan Allah. Aku memang telah mengucapkan sesuatu dalam hati yang tiada terdengar oleh kedua telinga ini." Lanjut sang ayah. "Sampaikanlah ucapanmu itu!" Rasulullah SAW mempersilakan. Tidak disangka, ayah pemuda tadi lalu membaca sebuah syair yang ia gubah untuk si pemuda; buah hati dan belahan jiwa ayahnya.

Saat engkau lahir, aku memberimu makanan
Saat kau beranjak besar, aku selalu setia menjagamu.
Engkau diberi minum atas jerih payahku
Jika kau sakit di malam hari, selama itu mataku tak terpejam
Tak bisa ku tidur karena memikirkan sakitmu
Hingga tubuhku limbung sebab kantuk yang menyerang
Seolah akulah yang sakit, bukan engkau wahai anakku
Aku meneteskan air mata sebab khawatir engkau akan mati
Padahal aku tahu bahwa ajal manusia telah digariskan
Saat engkau beranjak dewasa
Saat dimana telah pantas aku menggantungkan diri padamu
Kau balas diriku dengan kekerasan dan kekasaran
Seakan engkau adalah satu-satunya pemberi kebaikan padaku
Andai saja ketika tak dapat kau penuhi hakku sebagai ayah
Kau perlakukan aku tak ubahnya seperti seorang jiran yang hidup bertetangga

Usai mendengarkan syair tersebut, Rasulullah SAW meneteskan air mata lalu menghardik sang anak dengan sabdanya, "Anta wa maaluka li abiika. Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu." (HR. Abu Daud & Ibnu Majah)

Allahu Akbar wa Lillahil Hamd,
Boleh jadi ada orang di antara kita yang suka mensia-siakan orang tuanya. Marilah kita bertaubat kepada Allah dan mohon ampun kepada kedua orang tua kita bila mereka masih hidup. Segera sepulang dari musalla Id ini, jumpai mereka, rengkuh kemaafan dari mereka, sirami jiwa mereka dengan kelembutan kefitrahan yang telah kita raih. Bukan atasan, pimpinan perusahaan yang lebih awal kita datangi, tapi mereka yang telah melahirkan dan mendidik kita itu yang lebih utama dan pertama. Bila keduanya sudah tiada, maka berdoalah agar keduanya senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah Yang Maha Penyayang.
Rasul bersabda: Ridhallahi fi ridhal waalidaini, wa sukhtullahi fii sukhtil walidaini, artinya keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah juga berlaku sedemikian.
Allah menginginkan, madrasah ramadhan ini membuat hubungan kekeluargaan di antara kita semakin baik di sela-sela kekhusukan kita beribadah kepada Allah. Hari ini adalah moment penting untuk merangkai kembali kepingan-kepingan hati yang sudah mulai rusak dan pecah, kita rajut kembali ukhuwah kita sesama, semoga kita, keluarga kita sama-sama menapaki indahnya syurga jannatun naim.

Ketiga, Allah mewajibkan kita untuk mengeluarkan zakatul fitrah seusai menjalankan ibadah shaum Ramadhan. Seolah Allah SWT mengajarkan bahwa tidaklah disebut sempurna keimanan seorang hamba bila ia tidak mencintai saudaranya yg kesulitan. Bukanlah disebut orang yang saleh yaitu orang yang sibuk dengan ibadah semata. Tidak pantas dikenal sebagai orang beriman, mereka yang menutup mata tatkala mengetahui saudara-saudaranyanya berkekurangan. Sebab mencintai Allah dapat tercermin dari cinta kita kepada sesama.
Abu Said Abul Khayr dikenal sebagai sufi yang pertama kali mendirikan tarekat sufi. Ketika salah seorang pengikutnya menceritakan seorang suci yang dapat berjalan di atas air, ia berkata, "Sejak dahulu katak dapat melakukannya!" Ketika muridnya kemudian menyebut orang yang dapat terbang, ia menjawab singkat, "Lalat dapat melakukannya lebih baik." Muridnya bertanya, "Guru, gerangan apakah ciri kesucian itu?" Ia menjawab, "Cara terbaik untuk mendekati Tuhan adalah melakukan perkhidmatan sebaik-baiknya kepada sesama manusia, memasukkan kebahagiaan ke dalam hatinya." Itulah salah satu cara yang efektif untuk melakukan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Swt. Yaitu dengan cara membantu para hamba Allah dan peduli terhadap sesama.

Allahu Akbar wa Lillahil Hamd,

Kaum Bani Israil satu kali mendatangi Musa, "Wahai Musa, kami ingin mengundang Tuhan untuk menghadiri jamuan makan kami. Bicaralah kepada Tuhan supaya Dia berkenan menerima undangan kami." Dengan marah Musa menjawab, "Tidakkah kamu tahu bahwa Tuhan tidak memerlukan makanan?" Tetapi, ketika Musa menaiki bukit Sinai, Tuhan berkata kepadanya, "Kenapa tidak engkau sampaikan kepada-Ku undangan itu? Hambahamba-Ku telah mengundang Aku. Katakan kepada mereka, Aku akan datang pada pesta mereka Jumat petang".
Musa menyampaikan firman Tuhan itu kepada umatnya. Berhari-hari mereka sibuk mempersiapkan pesta itu.Pada Jumat sore, seorang tua tiba dalam keadaan lelah dari perjalanan jauh. "Saya lapar sekali," katanya kepada Musa."Berilah aku makanan." Musa berkata, "Sabarlah, Tuhan Rabbul Alamin akan datang. Ambil-lah ember ini dan bawalah air ke sini. Kamu juga harus memberikan bantuan." Orang tua itu membawa air dan sekali lagi meminta makanan. Tapi tak seorang pun memberikan makanan sebelum Tuhan datang. Hari makin larut, dan akhirnya orang-orang mulai mengecam Musa yang mereka anggap telah memperdayakan mereka.
Kemudian Musa menaiki bukit Sinai dan berkata, "Tuhanku, saya sudah dipermalukan di hadapan setiap orang karena Engkau tidak datang seperti yang Engkau janjikan." Tuhan menjawab, "Aku sudah datang. Aku telah menemui kamu langsung, bahkan ketika Aku bicara kepadamu bahwa Aku lapar, kau menyuruh Aku mengambil air. Sekali lagi Aku minta, dan sekali lagi engkau menyuruh-Ku pergi. Baik kamu maupun umatmu tidak ada yang menyambut-Ku dengan penghormatan." "Tuhanku, seorang tua memang pernah datang dan meminta makanan, tapi ia hanyalah manusia biasa," kata Musa. "Aku bersama hamba-Ku itu. Sekiranya kamu memuliakan dia, kamu memuliakan Aku juga. Berkhidmat kepadanya berarti berkhidmat kepada-Ku. Seluruh langit terlalu kecil untuk meliputi-Ku, tetapi hanya hati hamba-Ku yang dapat meliputi-Ku. Aku tidak makan dan minum, tetapi menghormati hamba-Ku berarti menghormati Aku. Melayani mereka berarti melayani Aku."

Allahu Akbar wa Lillahil Hamd,

Saudaraku, kita kini mulai mengerti arti kesalehan dan kesucian yang diinginkan oleh Allah lewat pendidikan di bulan Ramadhan. Sungguh manusia yang sejati adalah manusia yang senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang pernah diberikan.Itulah pesanNya dalam Al Qur'an: Wa litukmilul iddata wa litukabbirallaha ala maa hadaakum wa la'allakum tasykurun. Agar kalian menyempurnakan bilangan hari Ramadhan (dalam berpuasa) dan agar kalian mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan terhadap kalian. Juga agar kalian menjadi hamba yang bersyukur. Marilah sama kita bertekad dan berjanji untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik. Memperbaiki kualitas ibadah kita kepadaNya dan menjadi manusia yang lebih berarti dan bermakna untuk sesama.

Semoga Allah Swt memberkahi hidup kita dunia dan akhirat. Amien

Akhirnya, marilah kita tutup khutbah ini dengan berdo’a kepada Allah SWT Dzat Maha Gagah Perkasa dengan khusyu’, khudhu’ dan tadlarru’ berharap mudah-mudahan Allah mengabulkan yang kita minta. Wallahu a’lam bishshawab.

قال الله تعالى : إن الله وملآئكته يصلون على النبى يآأيها الذين آمنوا صولوا عليه وسلموا تسليما : اللهم صل وسلم على هذا النبى الكريم والرسول العظيم سيد الغر المحجلين نبينا وشفيعنا وقرة أيننا محمد وعلى آله وصحبه وأنصاره وجنوده ومن أحيى سنته وسلك سبيله ونهج منهجه وجاهد فى الله حق جهاده
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحيآء منهم والأموت إنك سميع قريب مجيب الدعوات يا قاضى الحاجلت
اللهم إِنَّا عَبِيْدِكَ وَأَبْنآءُ عَبِيْدِكَ وَأْبَنآءُ إِمَآئِك ناَصِيَتُنَا بِيَدِكَ مَاضٍ فِيْنَا حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيْنَا قَضآؤُكَ - نَسْأَلَك بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لك سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلَقِكَ أو أَنْزَلَتْهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ رَبِيْعَ قُلُوْبِنَا َوَنُوْرَ صُدُوْرِنَا وَجَلاءَ أَحْزَاِنَنا وَذَهَابَ هُمُوْمِنَا
اللهم اهْدنا فيمَنْ هَدَيْتَ وعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنَا فِيْمَنْ تَوَلّيْتَ وَبَاِركْ لَنَا فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتعَالَيْتَ لَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ
الَّلهُمَّ إِنَّا نَسْتعِيْنُكَ وَنَسْتغْفِرُكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ وَنُثْنِى عَلَيْكَ الْخَيْرَ وَنَشْكُرُكَ وَلَا نَكْفُرُكَ وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ الَّلهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ
الَّلهُمَّ أَلْهِمْنَا رُشْدَنَا وَقِنَا شَرَّ نُفُوْسِنَا اللَّهُمَّ ثَبِّتْنَا علَىَ نَهْجِ الْإِسْتِقَامَةِ وَأَعِذْنَا مِنْ مُوْجِبَاتِ الَّندَامَةِاللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ شُكْرًا وَلَكَ الْمَنُّ فَضْلًا وَأَنْتَ رَبُّنَا حَقًّا وَأَنْتَ لَمْ تَزَلْ لِذلِكَ أَهْلًا
اللَهم اْنصُرْ عِبَادَكَ الْمَظْلُوْمِيْنَ في فلسطين وفِى كُلِّ بُقْعَةِ أَرْضِكَ فِيْهَا نَفْسٌ مُؤْمِنَةٌ اللهم وَأَنْزِلِ السَّكِيْنَةَ عليهم وَاكْتُبِ الشَّهَادَةَ عَلَى مَوْتَاهُمْ وَاغْفِرلَنَا وَلَهُمْ وَثَبِّتْ قُلُوْبُنَا وَإِيَّاهُمْ على دِيْنِكَ - اللهم زَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ اللهم فَرّقْ جَمْعَهُم وَأقِلَّ عَدَدَهُمُ وَأَوْصِلِ الْعَذَابَ اْلأَلِيْم إِلَيهم
اللهم اقسم لنا من خشيتك ما تحول به بيننا وبين معصيتك ومن طاعتك ما تبلغنا به جنتك ومن اليقين ما تهون به علينا مصائب الدنيا ومتعنا بأسماعنا وأبصارنا وقوتنا ما أحيتنا واجعله الوارث منا واجعل ثأرنا على من ظلمنا وانصرنا على من عادانا ولا تجعل مصيبتنا فى ديننا ولا تجعل الدنيا أكبر همنا ولا مبلغ علمنا ولا تسلط علينا من لا يرحمنا
وصل اللهم على خير خلقك سيدنا و نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين

No comments:

Post a Comment